Blogger Jateng

Pahamilah teori ini




Teori belajar disebut juga dengan psikologi belajar yaitu teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa. Di dalamnya terdiri atas dua hal: pertama adalah uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak, dan yang kedua adalah uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.
Teori belajar perlu kiranya untuk diketahui dan dipahami untuk kemudian menjadi dasar dalam melaksanakan proses pembelajaran. Para tokoh-tokoh terkemuka telah mengemukakan beberapa teori belajar yang mendasari pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah pembelajaran berdasarkan teori psikologi kontruktivisme.Makna konstruktivisme adalah pandangan berdasarkan bahwa, kita semua harus memahami diri kita sendiri, kita mengembangkan pemahaman kita sepanjang hidup terus menerus, dan melalui usaha kita sendiri dan wawasan yang kita miliki.
A.     Psikologi Tingkah Laku
1.      Teori belajar Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon atau yang lebih dikenal dengan teori uji coba. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Berdasarkan eksperimen yang dilakukannya ia memperoleh tiga buah hukum dalam belajar yang utama. Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon, yaitu:
·         Law of effect(hukum efek), menyatakan bahwa tercapainya keadaan yang memuaskan akan memperkuat hubungan antara stimulus dan respoon. Maksudnya, bila respons terhadap stimulus menimbulkan sesuatu yang menimbulkan sesuatu yang memuaskan / mengenakkan, maka bila stimulus itu muncul lagi subjek akan memberikan respons yang lebih cepat, tepat, dan intens.
Ilustrasi : seorang anak bisa mengerjakan soal soal matematika, maka akan timbul kepuasan dalam dirinya. Sehingga memori menegenai materi matematika tersebut akan tersimpan lebih lama.
·         Law of axercise (hukum latihan), menyatakan bahwa respons terhadap stimulus dapat diperkuat dengan seringnya respons itu dipergunakan. Hal ini menghasilkan implikasi bahwa pratik, khususnya pengulangan dalam pelajaran adalah penting dilakukan.
Ilustrasi : seorang siswa ingin mahir dalam pelajaran matematika, maka dia melakukan banyak latihan seperti mengerjakan banyak soal meskipun masih sering salah. Namun lama kelamaan ia akan mahir terhadap pelajaran tersebut.
·         Law of readiness(hukum kesiapan), mengajarkan bahwa dalam memberikan respons subjek harus siap dan disiapkan. Hukum ini menyangkut syarat kematangan dalam pengajaran, baik dalam pengajaran fisik maupun mental dan intelek.
Ilustrasi : sebelum memulai kegiatan belajar, seorang guru haruslah menyiapkan segalanya, seperti menyiapkan materi, kesiapan psikis dan fisik, percaya diri, dan menyapa siswwanya agar siap menerima pelajaran

2.      Teori balajar Skinner
Skinner mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurutnya hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah karena perlu penjelasan lagi.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Ilustrasi :
Seorang Pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons. Contohnya seorang siswa disuruh mengerjakan soal didepan, jika benar maka guru akan memberi penguatan positif (seperti tambahan nilai, hadiah atau apapun). Jika salah, guru tidak akan memarahinya melainkan tetap memberi penguatan (positif), yaitu dengan memberinya motivasi agar tetap semangat.
3.      TeoriBelajarAusubel
Menurutausubel (1968) siswaakanbelajardenganbaikjikaapa yang disebut “PengaturKemajuanBelajar” (advance organizer) ,didefinisikandandipresentasikandenganbaikdantepatkepadasiswa. Pengaturkemajuanbelajaradalahkonsepatauinformasiumum yang mewadai (mencakup) semuaisipelajaran yang akandiajarksnkepadasiswa.
Ausubelpercayabahwaadvance organizerdapatmemberikan 3 ma
nfaat,yaitu:
·         Dapatmenyediakansuatukerangkakonseptualuntukmateribelajar yangakandipelajariolehsiswa.
·         Dapatberfungsisebagaijembatan yang menghubungkanantaraapa yang sedangdipelajarisiswa “saatini” denganapa yang “akan” dipelajarisiswa.
·         Mampumembantusiswauntukmemahamibahanbelajarsecaralebihmudah.
4.      TeoriBelajar Gagne
Robert M. Gagne adalahseorangahlipsikologi yang banyakmelakukanpenelitianmengenaifase-fasebelajar, tipe-tipekegiatanbelajar, danhirarkibelajar.Gagne menyatakanbelajarmerupakankegiatan yang kompleks.Setelahbelajar orang memilikiketerampilan, pengetahuan, sikap, dannilai.Dengandemikianbelajaradalahseperangkat proses kognitif yang mengubahsifat stimulus lingkungan, melewatipengolahaninformasi, menjadikapabilitasbaru.
Menurut Gagne, dalambelajarmatematikaadaduaobjek yang dapatdiperolehsiswa, yaitu:
·         Objeklangsung, kemampuanmenyelidikidanmemecahkanmasalah, belajarmandiri, bersikappositifterhadapmatematika, dantahubagaimanamestinyabelajar
·         Objeklangsungberupa:
-        Faktaadalahobjekmatematika yang tinggalmenerimanya, seperti lambing bilangan, sudut, dannotasi-notasimatematikalainnya.
-        Keterampilan adalah kemampuanmemberikanjawabandengantepatdancepat, misalnyamelakukanpembagianbilangancukupdenganbagikurung, menjumlahkanpecahan, melukissumbusebuahruasgaris.
-        Konsepadalah ide abstrak yang memungkinkankitadapatmengelompokkanobjekdalamcontoh. Misalnya, konsepbujursangkar, bilangan prima, himpunandan vector.
-        Proseduradalahaturan-aturan yang digunakanuntukmemperolehhasiltertentu.
5.      Teori Pavlov
            Teori belajar Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Ia melakukan percobaan terhadap seekor Anjing. Anjing itu dikurung, dalam suatu kandang waktu tertentu dan diberi makan. Selanjutnya setiap akan diberi makan, Pavlov membunyikan bel. Ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan pada jangka waktu tertentu anjing itu mengeluarkan air liurnya (Salivation) meskipun tidak diberi makan. Dari percobaan ini, daging disebut dengan stimulus yang tidak terkondisikan (unconditioned stimulus), dan bel disebut stimulus netral (neutral stimulus). Menurut eksperimen Pavlov, jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging (unconditioned stimulus) dan dilakukan secara berulang-ulang, maka stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang terkondisikan (conditioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan respons anjing seperti ketika ia melihat daging. Proses ini disebut classical conditioning.
            Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Ilustrasi:
Agar siswa mengerjakan soal pekerjaan Rumah dengan baik, bisasakanlah untuk memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
Contoh lain adalah seorang siswa diberi PR terus menerus sehingga sianak akan terbiasa mengerjakannya. Maka si anak akan bisa karena biasa mengerjakannya. Jadi walaupun dia belajar materi tersebut sudah lama, namun ia akan tetap mengingat materi tersebut.
6.      Teori Belajar Bandura
Albert Bandura menyatakan bahwa belajar itu didasarkan dengan proses mental yang ia kembangkan dengan teori belajar sosial kognitif.Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik) - dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat perubahan perilaku, dan pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kognitif, kita akan menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan – penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain.
Albert Bandura terkenal dengansalah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Banduramenyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor perilaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif social.
Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministik resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama, yaitu:
·         Perilaku
·         Person/kognitif, mempengaruhi perilaku. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan
·         Lingkungan, mempengaruhi perilaku.

B.     Psikologi Kognitif
1.   Teori Piaget
            Piaget merupakan salah satu tokoh yang mengembangkan teori Konstruktivisme. Menurut Piaget adalah suatu schemata atau kumpulan skema-skema. Perkembangan skema ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Didalam otak kita terbagi menjadi beberapa skema skema bahkan sangat banyak.Atau lebih dikenal dengan perkembangan mental anak (pengorganisasian pengetahuan). Hal ini akan sangat mempengaruhi efektivitas penyerapan pengetahuan. Proses terjadinya adaptasi schemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan ini melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi.
·         Asimilasi, yaitu proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara langsung.
Ilustrasi : seorang siswa membaca sebuah buku, maka ia akan menerima pembelajaran baru. Pengetahuan baru tersebut akan masuk kedalam otak yang secara otomatis akan terbentuk skema didalam otaknya.
·         Akomodasi, yaitu proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung. Hal ini terjadi karena stimulus baru tidak dapat diasimilasi, karena tidak ada skema yang sesuai yang telah dimiliki.
Ilustrasi : seorang siswa telah belajar geometri di SMA dan sudah mempunyai skema geometri didalam otaknya, ketika di perguruan tinggi ia menerima kembali pelajaran geometri tersebut atau yg lebih rumit. Jika materi di PT tersebut sesuai dengan materi SMA maka akan masuk kedlam skema yang sudah ada (keseimbangan / equibrasi). Jika tidak sesuai atau bertentangan dengan skema yang sudah ada maka akan membentuk skema baru atau bahkan bisa jadi beririsan (disequibrasi / tidak seimbang). Ketidakseimbangan tersebut akan terus menerus terjadi dan berkembang hingga membuat skema sendiri dan mendapat ilmu lain yang terlepas dari ilmju sebelumnya.
      Piaget mengemukakan bahwa untuk dapat memahami materi, seorang siswa harus balajar sendiri, sebab jika terus menerus dikasih tau maka menurutnya siswa akan mudah melupakan materi tersebut. Ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) :
-          Tahap sensori motor, dimulai dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun. Pengalaman diperoleh melalui pengalaman fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera).
-          Tahap Pra Operasi, dimulai dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan sekitar 7 tahun dan merupakan tahap persiapan untuk pengoperasian operasi konkrit, yaitu berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek, menata letak benda-benda menurut urutan tertentu, dan membilang.
-          Tahap Operasi Konkrit, Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar. Anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasi dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang objektif, dan mampu berpikir reversible.
-          Tahap Operasi Formal, Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan symbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan generalisasi.
2.      Teori Belajar Bruner
Teori kognitif berfokus pada kemampuan pikiran untuk memahami dunia. Berpikir, keyakinan, harapan, dan perasaan mempengaruhi apa dan bagaimana kita belajar. Kognitif melihat pengetahuan sebagai hasil pembelajaran dan kekuatan pengetahuan sebagai motivator pada pembelajaran orang dewasa.
Teori belajar yang dipopulerkan Bruner disebut discovery learning. Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajar anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental, yaitu:
·         Tahap Enaktif, pada tahap ini, anak secara langsung terlihat menggunakan atau memanipulasi (mengotak-atik) objek-objek konkret secara langsung.
·         Tahap Ikonik, pada tahap ini kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud.
·         Tahap Simbolik, tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Selanjutnya berkembang belajar melalui media visual seperti gambar, grafik, peta, foto, dan sebagainya. Pada tahapan berikutnya, seorang anak memiliki kemampuan menerima informasi melalui kata-kata verbal.
3.      Teori Brownell
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Bila kita perhatikan, teori yang dikemukakan Brownell ini sesuai dengan teori belajar-mengajar Gestalt, yang muncul di pertengahan tahun 1930.
Menurut Brownell anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin formal.
Implikasi teori perkembangan kognitif Brownell dalam pembelajaran sebagai berikut:
·         Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa.
·         Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
·         Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
·         Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
·         Siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan siswa lain.
Pengaplikasian teori kognitif Brownell dalam belajar bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja dengan adanya area baru, siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.
4.      Teori Gestalt
            Gestalt memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Dalam pelajaran guru jangan memberikan konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Atau lebih sederhananya adalah seseorang yang diberi masalah akan menggunakan instingnya untuk memecahkan maslah tersebut karena ia tidak tahu harus melakukan apa.
      Dalam percobaanya, Gestalt menggunakan Simpanse. Simpanse tersebut dikurung didalam kandang dan dalam keadaan lapar, ia meletakkan pisang diluar kandangnya yg cukup jauh (atas), namun dalam kandang tersebut ia menyediakan beberapa kotak yg jika ditumpuk akan dapat mencapai pisang tersebut, namun ia tidak memberitahu caranya. Dalam hal ini simpanse dituntut untuk menggunakan instingnya.
      Untuk hal ini, guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif. Beberapa prinsip belajar penting yang dilahirkan dari Teori Gestalt adalah :
·Permasalahan yang muncul dijadikan stimulus untuk belajar, sehngga dia mampu memecahkannya.
·Tugas yang diberikan tidak membuat frustasi / bisa dipecahkan dengan belajar lebih/ mencari informasi.
·Belajar harus dikaitkan dengan minat dan tujuannya.
·Manusia bereaksi dengan lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya
·Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
·Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
·Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
·Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
·Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi memberi dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
·Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
·Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
5.      Teori Belajar Dienes
Dienes percaya bahwa semua abstraksi didasarkan pada intuisi dan pengalaman konkret, maka dari itu sistem dalam pembelajaran matematika menekankan pada mathematics laboratories, memanipulasi objek, dan permainan matematika. Menurut Dienes, konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, sebagai berikut:
·         Free Play (permainan bebas).Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Pada tahap ini struktur dan bakat mental siswa dibentuk yang mana disiapkan untuk memahami konsep struktur matematika .
·         Games (permainan yang disertai aturan). Pada tahap ini siswa akan memulai mengobservasi pola dan keteraturan  yang diwujudkan dalam konsep.
·         Searching for communities (permainan kesamaan sifat). Pada tahap ini siswa belum mampu mengklasifikasikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep. Dienes menyarankan bahwa guru dapat membantu siswa melihat struktur communalitydalam contoh dari konsep yang ditunjukan kepada siswa bagaimana tiap contoh dapat ditransfer kedalam tiap contoh yang lain tanpa merubah sifat abstrak yang umum dari semua contoh.
·         Representation (representasi), adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para anak didik menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Representasi yang diperoleh bersifat abstrak. Dengan melakukan representasi anak didik telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang bersifat abstrak pada topik-topik yang sedang dipelajari.
·         Symbolization(simbolisasi), adalah belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
·         Formalization (formalisasi). Siswa harus memahami sifat dari konsep dan mengingat akibat dari sifat tersebut. Sifat dasar struktur matematika adalah sistem aksioma yang diambil dari sifat theorema dan prosedur. Pada tahap ini siswa dituntut menggunakan konsep untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan masalah dalam matematika.
Ia mengemukakan 6 hukum kekekalan, diantaranya:
-          Hukum kekekalan bilangan : banyaknya benda akan tetap walaupun diletakkan secara berantakan.
-          Hukum kekekalan materi : banyaknya air akan tetap walaupun dipindahkan ketempat yang berbeda.
-          Hukum kekekalan panjang : tali dengan panjang yang sama walaupun diletakkan berbeda (dibentang lurus dan ditekuk) akan tetap sama panjang.
-          Hukum kekekalan luas : luas yang ditutupi benda akan sama walaupun letak benda berbeda (persegi yang dimiringkan akan menjadi belah ketupat).
-          Hukum kekekalan berat : berat benda akan tetap walaupun bentuk berbeda (batu 1 kg dengan kapas 1 kg).
-          Hukum kekekalan isi : bak air yang berisi penuh dimasukkan suatu benda, maka banyaknya air yang tumpah sama dengan volume benda yang dimsukkan kedalam bak mandi tersebut.



6.      Teori Van Hiele
Teori belajar Van Hiele menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri. Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam  geometri, yaitu:
·         Tahap pengenalan (visualisasi). Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, dan belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu.
Ilustrasi:
Jika pada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah, rusuknya ada 12 buah dan lain-lain.
·         Tahap analisis. Dalam tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu.
Ilustrasi:
Di saat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi saling berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujursangkar adalah persegi panjang, bahwa bujursangkar adalah belah ketupat dan sebagainya.
·         Tahap pengurutan (deduksi informal). Pada tahap ini anak sudah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang dikenal dengan pemikiran deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengurutkan.
Ilustrasi:
Ia sudah mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajargenjang, bahwa belah ketupat adalah laying-layang. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang.
·         Tahap deduksi. Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifatr khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsure-unsur yang tidak didefinisikan, disamping unsure-unsur yang didefinisikan.


Ilustrasi:
Anak sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan untuk pembuktian.
·         Tahap akurasi. Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.
Ilustrasi:
Ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid.

7.      Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan esesnsinya berkaitan dengan lingkungan social budaya. Vygotsky sangat menekankan pentingnya peran interaksi social bagi perkembangan belajar seseorang. Pentingnya interaksi social dalam perkembangan kognitif telah melahirkan konsep perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia ini berkaitan erat dengan perkembangan bahasanya.
Vygotsky percaya bahwa belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan zone proximal, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak ketika ia melakukan perilaku social. Zone ini juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melakukan segala sesuatu sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa. Dalam belajar, zone proximal ini dapat dipahami pula sebagai selisih antara apa yang bisa dikerjakan seseorang dengan kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa. Maksimalnya perkembangan zone proximal ini tergantung pada intensifnya interaksi antara seseorang dengan lingkungan social.
Zona proksimal ini berada diantara tahap kemampuan aktual (bisa melakukan sendiri) dan tahap kemampuan potensial (butuh bantuan orang lain). Lebih sederhananya adalah seorang siswa sudah bisa belajar sendiri ketika dibantu / dibimbing oleh orang yang lebih tau maka akan mencapai tahap kemampuan potensial.
Implikasi teori belajar ini dalam pengajaran adalah meyakinkan bahwa pengajaran secara konstan dapat mendorong siswa dalam perkembangan kognitif mereka. Siswa-siswa memerlukan dukungan dari guru dan teman sejawatnya. Pengetahuan yang siswa peroleh melalui interaksi social dengan guru dan teman sejawatnya menjadi pengetahuan individu mereka. Siswa-siswa didorong untuk menggunakan bahasa mereka untuk mengorganisir pemikiran mereka dan menceritakan apa yang mereka lakukan.



DAFTAR PUSTAKA

ZADT, Sutarto. (2012). “Psikologi Pembelajaran Matematika”. [Online]. Tersedia: http://sutartomathlovers.blogspot.co.id/2012/03/psikologi-pembelajaran-matematika.html

Empi, Musyfiah. (2013). “Makalah Psikologi Pembelajaran Matematika”. [Online]. Tersedia: http://coffeefreze.blogspot.co.id/2013/03/psikologi-pembelajaran-matematika.html

Trisniawati. (2013). “Makalah Psikologi Belajar Matematika”. [Online]. Tersedia:http://trisniawati87.blogspot.co.id/2013/01/makalah-psikologi-belajar-matematika.html