AYO EDUKATIF - PERANAN PERS DALAM MASYARAKAT DEMOKRASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Salah satu
ciri yang menonjol negara demokrasi adalah adanya kebebasan untuk berekspresi
dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti berkesenian, menyampaikan protes
atau menyebarkan gagasan melalui media cetak. Media ekspresi dan penyebarluasan
gagasan yang banyak dikenal masyarakat adalah pers.
Dalam
perkembangannya di Indonesia, dunia pers pernah mengalami pasang surut baik di
era Liberal, Orde Lama, Orde Baru, maupun era reformasi. Pada kehidupan
masyarakat demokratis, salah satu peranan penting pers adalah sebagai penggerak
prakarsa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, dan menemukan
potensi-potensi yang kreatif dalam usaha memperbaiki perkehidupannya.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun
masalah yang ingin dibahas dalam makalah ini adalah seb agai berikut :
1.
Jelaskan pengertian, fungsi, dan peran
serta perkembangan pers di Indonesia?
2. Jelaskan pers yang bebas dan bertangggung jawab sesuai dengan kode
etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis di Indonesia?
3. Jelaskan kebebasan pers dan dampak
penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarakat demokratis di Indonesia?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
1.
Untuk memahami pengertian, fungsi, dan
peran serta perkembangan pers di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan
kebebasan media massa dalam masyarakat demokratis di Indonesia.
3.
Untuk memahami kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan
kebebasan media massa dalam masyarakat demokratis di Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Fungsi, dan Peran Serta
Perkembangan Pers di Indonesia
1. Pengertian Pers
Dengan
semakin berkembangnya dunia informasi, pers sebenarnya semakin dekat dengan
kehidupan kita. Lantas, apa sesungguhnya makna per situ sendiri? Untuk memahami
makna pers, berikut ini akan diberikan beberapa pengertian :
1) Dalam Kamus Umum Besar Indonesia
Kata “pers”
berarti alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar, alat untuk menjepit,
memadatkan, surat kabar dan majalah yang berisi berita, orang yang bekerja di
bidang persuratkabaran.
2) Ensiklopedia Pers Indonesia
Istilah pers
merupakan nama seluruh penerbitan berkala : koran, majalah, dan kantor berita.
3) Ensiklopedia Pers Indonesia
Istilah pers
merupakan sebutan bagi penerbit/perusahaan kalangan yang berkaitan dengan media
massa atau wartawan.
4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang
Pers
Pers adalah
lembaga sosial wahana dan komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan, suara, serta data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya.
5) Profesor Oemar Seno Adji
Pers dalam
arti sempit berarti penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita
dengan kata tertulis. Sebaliknya pers dalam arti luas memasukan di dalamnya
semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan
seseorang baik dengan kata-kata tertulis dengan lisan.
6) L. Taufik
Dalam bukunya “Sejarah dan Perkembangan
Pers di Indonesia”, menyatkan bahwa pengertian pers dibagi menjadi dua yaitu :
·
Pers dalam arti sempit diartikan sebagai surat kabar, koran, majalah,
tabloid, dan buletin-buletin kantor berita.
·
Pers dalam arti luas menckup semua media massa, termasuk radio,
televisi, film, dan internet.
7) Leksikon Komunikasi
Pers berarti usaha pencetakan dan
penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita. Sedangkan istilah “pers”
berasal dari Bahasa inggris “to press” yang artinya menekan, selanjutnya
pressatau pers diartikan sebagai surat kabardan majalah.
2. Teori-teori tentang pers
Teori
tentang kebeasan pers mulai memperoleh perhatian besar sejak tahun 1956. Dalam
situasi perang dingin, muncul gejala persaingan anatara dua ideology besar,
yaitu komunisme dan liberalisme. Mengeukakan empat teori kemerdekaan pers yaitu
sebgai berikut :
a. Teori pers otoritarian
Teori ini
menganggap negara sebagai ekspresi tertinggi dari organisasi kelompok manusia,
mengungguli masyarakat dan individu. Tanpa negara, manusia tidak dapat mencapai
hidupnya dan akan tetap menjadi manusia primitif. Pada saat teori ini lahir,
hubungan antara pers dan negara berada dalam kerangka seperti itu.
Dalam teori
pers otoritarian, kedudukan negara mengungguli kelompok manusia dan individu.
Dengan demikian, dibenarkan adanya sensor pendahuluan, pembreidelan,
pengendalian produksi secara langsung oleh pemerintah, dan sebagainya yang
dikukuhkan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pers
merupakan alat untuk menyampaikan keinginannya kepada masyarakat.
Menurut
pendapat Mc. Quail, di dalam teori pers otoritarian disebutkan prinsip-prinsip
dasar pelaksanaan sebagai berikut :
1) Media
selamanya harus tunduk kepada penguasa yang ada.
2) Penyensoran
dapat dibenarlan.
3) Kecaman
terhadap penguasa atau terhadap penyimpangan dari kebijakan resmi tidak
dapat diterima.
4) Wartawan
tidak mempunyai kebebasan di dalam organisasinya.
b. Teori pers libertarian
Merupakan
reaksi terhadap teori pers otoritarian dan sekaligus menjungkir balikannya,
maka dalam teori ini kebalikannya yaitu tekanan diberikan kepada individu dan
masyarakat yang kelak melahirkan pemikiran tentang demokrasi.
Teori ini
berpendapat bahwa pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk
membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki tersebut. Pers
merupakan sarana penyalur hati nurani rakyat untuk mengawasi dan menentukan
sikap terhadap kebijakan pemerintah. Menurut Krisna Harahap, pers
libertarian mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Melayani kebutuhan kehidupan ekonomi
(iklan).
2) Melayani kebutuhan kehidupan politik.
3) Mencari keuntungan (demi kelangsungan
hidupnya).
4) Menjaga hak warga negara.
5) Memberi hiburan.
Selanjutnya
Krisna Harahap menyebutkan ciri-ciri pers libertarian sebagai berikut:
1) Publikasi bebas dari setiap penyensoran
pendahuluan.
2) Penerbitan dan pendistribusian terbuka bagi
setiap orang tanpa memerlukan izin.
3) Kecaman terhadap pemerintah, pejabat atau
partai politik tidak dapat dipidana.
4) Tidak ada kewajiban mempublikasikan segala
hal.
5) Publikasi “kesalahan” dilindungi halnya
dengan publikasi kebenaran dalam hal-hal yang berkaitan dengan opini dan
keyakinan.
6) Tidak ada batasan hukum terhadap upaya
pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi.
7) Wartawan mempunyai otonomi profesioanl
dalam organisasi mereka.
c. Teori tanggung jawab sosial
Teori ini mengemukakan dasar pemikiran bahwa kebasan
pers harus disertai dengan tanggung jawab kepada masyarakat. Menurut teori
ini, kebebasan per situ perlu dibatasi oleh dasar moral, etika, dan hati nurani
insan pers. Prinsip dasar pandangannya adalah bahwa kemerdekaan pers harus disertai
dengan kewajiban-kewajiban. Menurut Krisna Harahap, prinsip utama teori
tanggung jawab social, adalah sebagai berikut :
1) Media
mempunyai kewajiban tertentu kepada masyarakat.
2) Kewajiban
terseebut dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesioanal
tentang keinformasian, kebenaran, objektivitas, keseimbangan.
3) Dalam
menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media seyogyonya dapat mengatur
diri sendiri dalam kerangka hokum dan lembaga yang ada.
4) Media
seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, yang
akan mengakibatkan ketidakterbitan atau penghinaan terhadap minoritas etnik
atau agama.
5) Media
hendaknya bersifat pluralis mencerminkan kebhinekaan.
6) Masyarakat
diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan berbagai sudut pandang dan hak
untuk menjaawb.
7) Masyarakat
memiliki hak mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervasi dapat
dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum.
Mengenai
kebebasan pers, komisi kemerdekaan pers menyatakan bahwa kemerdekaan per situ
harus diberi arti :
1) Bahwa kebasan tersebut tidaklah berarti
bebas untuk melanggar kepentingan individu yang lain.
2) Bahwa kebebasan harus memperhatikan
segi-segi keamanan negara.
3) Bahwa melanggar terhadap kemerdekaan pers
membawa konsekuensi/tanggung jawab terhadadp ukuran yang berlaku.
Menurut
teori tanggung jawab sosial ini, pembatasan terhadap kemerdekaan per itu justru
perlu diadakan dengan alasan untuk melindungi kehormatan dan nama baik
individu/kelompok, melindungi nilai-ilai yang berlaku dalam masyarakat, dan
melindungi ketertiban dan keamanan baik yang dating dari dalam (subversi)
maupun yang dari luar (agresi).
d. Tori pers komunis
Teori ini
beranjak dari ajaran Karl Marx, yaitu Marxisme/komunisme, menurut
teori ini bahwa pers merupakan alat
pemerintah (partai yang berkuasa)dan bagian integral dari negara sehingga pers
harus tunduk kepada pemerintah.
Berfungsi
sebagai alat untuk melakukan “indoktrinasi massa”. Sehubungan dengan
itu, F. Rachmadi, dalam bukunya “Perbandingan Sistem Pers” (1990),
menyatakan bahwa dalam hubungan dengan fungsi dan peranan pers komunis sebagai
alat pemerintah dan partai. Ciri-ciri dari teori adalah sebagai berikut :
1) Media
berada di bawah pengendalian kelas pekerja.
2) Media
tidak dimiliki secara pribadi.
3) Masyarakat
berhak melakukan sensor dan tindakan hokum lainnya untuk mencegah atau
menghukum setelah terjadinya peristiwa publikasi antimasyarakat.
3. Sistem Pers di Berbagai Negara
a)
Sistem pers Barat (USA)
Di negara-negara barat yang diwakili oleh Amerika dan Eropa,
kebebasan pers diyakini sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dimiliki
oleh setiap individu. Oleh sebab itu, masyarakat meminta kepada negara agar
memberikan kemerdekaan dengan tanpa turut campur terlalu dalam terhadap
kehidupan pers.
Perihal kebebasan pers di Amerika, yang mengunsung
falsafah “liberalisme”, telah mengandung pro dan kontra dalam beberapa kasus
sebagai berikut.
Pandangan Pro Kebebasan |
Pandangan Kontra Kebebasan |
Kebebasan
pers telah membukti memberi sumbangan positif bagi praktik demokrasi dan
kontrol yang efektif terhadap pengelolaan negara. Sebagai contoh, dapat
dikemukakan salah satu kasus yang menghebohkan dunia pers Amerika Serikat,
yaitu Watergate. Kasus ini bermula dari tertangkapnya 5 orang yang
memasuki kantor Partai Demokrasi di kompleks Watergate, Washington, DC, tanpa
izin pada tanggal 17 Juni 1972. Beberapa
pejabat tanpa berusaha menutupi apa yang sebenarnya terjadi di balik kasus
ini. Penyelidikan yang dilakukan oleh Carl Bernstein dan Bob
Woodward, dua orang wartawan Washington post, menguak hubungan
kelima kawanan pencuri tersebut dengan Gedung Putih. Terungkap kemudian bahwa
kelima orang tersebut melakukan upaya memata-matai Parta Demokrat yang
merupakan lawan politik presiden berkuasa, Richard M. Nixon (Berasal
dari Partai Republik). Kasus ini
berakhir dengan dipenjarakannya para pelaku kejahatan dan mundurnya Presiden
Amerika Serikat. Atas kerja keras mengungkap kasus tersebut, dua wartawan
yang bersangkutan kemudian memperoleh penghargaan pers yang bergengsi yaitu Pulitzer. |
Kemerdekaan pers Amerika Serkat yang terlalu bebas
telah menguak kritik-kritik tajam terhadap pers itu sendiri. Pers dianggap
terlalu asyik mengungkap aspek-aspek negatif Amerika Serikat sehingga membuat
negara Amerika tampak buruk di mata dunia.
Edwin Emery dan kawan-kawan dalam buku Introduction to Mass
Communiction menyatakan bahwa memang benar konstitusi Amerika Serikat
menjamin kebebasan pers, yang semestinya harus berjalan bersama-sama dengan
kebebasannya. Hal ini dapat menimbulkan berbagai bahaya, Karena
kekuatan pers dapat membakar opini dan emosi public dalam situasi konflik
sosial dan keadaan sensitif lainnya. Belakangan ini tuntutan masyarakat dan pemerintah
terhadap penanggungjawaban pers semakin serius. Kritik-kritik tajam pun
sangat deras menghujani pers, karena pers dianggap terlalu komersial, merusak
moral masyarakat, dan lain-lain, serta telah berani melanggar hak kehidupan
pribadi seseorang melalui tulisan-tulisannya yang sensasional, murahan, demi
kepentingan meraup uang sebanyak-banyaknya.
|
Jika dilihat
dari aspek pers, hubungan pers dengan pemerintahan Amerika Serikat dapat
digambarkan sebagai hubungan persaingan. Artinya, pers Amerika Serikat bebas
dari campur tangan pemerintahannya dan demikian pula sebaliknya sehingga
terdapat persaingan di antara pers dengan pemerintah, terutama dalam hal
mengembangkan diri dan kepemimpinan. Di Amerika Serikat, pers mempunyai
kebebasan untuk bergerak. Dalam sistem liberal seperti di Amerika Serikat, pers
tidak berorientasi pada politik pemerintah, artinya pers bukan merupakan
terompet pemerintah seperti di negara-negara sosialis.
Disisi lain
perlu dipahami bahwa hubungan antara pers, pemerintah dan masyarakat di Amerika
dan eropa sesungguhnya dapat digambarkan sebagai “upaya saling mengontrol”.
Artinya, walaupun ideologi kebebasan yang dianut memberi kemerdekaan
berekspresi, tapi bukan berarti semuanya tanpa control. Hubungan yang demikian
dapat menciptakan pemerintah yang bersih dan kuat serta masyarakat sipil yang
juga kuat. Kondisi yang demikian memberi sumbangan penting bagi terbangunnya
kehidupan sosial yang demokratis.