Supply Chain atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai rantai pasok adalah salah satu bagian penting dalam suatu bisnis. Supply chain merupakan perkembangan dari logistik yang sedemikian rupa. Karena e-business menerapkan media elektronik serta teknologi informasi dalam penerapannya, maka manajemen rantai pasok yang terjadi semakin berkembang. Namun apakah IT benar - benar berperan dalam SCM ? Berikut kami bahas secara mendalam mengenai supply chain management dalam e-business. Cheers :)
Secara singkat dapat dipahami dalam bagan ini :
Hubungan antara Porter’s Value Chain dengan penerapan TI pada SCM
Apakah SCM itu ?
“Encompasses the planning and management of all activities involved in sourcing and procurement, conversion, and all Logistics Management activities. Importantly, it also includes coordination and collaboration with channel partners, which can be suppliers, intermediaries, third-party service providers, and customers. In essence, Supply Chain Management integrates supply and demand management within and across companies” (www.cscmp.org)
Meliputi perencanaan dan pengelolaan dari semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi, dan semua kegiatan manajemen logistik. Yang paling utama, hal tersebut juga mencakup koordinasi dan kolaborasi dengan mitra, yang mana bisa merupakan pemasok, perantara, pihak ketiga penyedia layanan dan pelanggan. Pada dasarnya, Supply Chain Management mengintegrasikan penawaran dan permintaan manajemen di dalam dan antar perusahaan.
“Supply Chain Management is the integration of key business processes from end user through original suppliers that provides products, services, and information that add value for customers and other stakeholders.” (Lambert et al, 1998, p.1).
Supply Chain Management adalah integrasi proses bisnis kunci dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang menyediakan produk, layanan, dan informasi yang memberi nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya.
“The management of a network of relationships within a firm and between interdependent organizations and business units consisting of material suppliers, purchasing, production facilities, logistics, marketing, and related systems that facilitate the forward and reverse flow of materials, services, finances and information from the original producer to final customer with the benefits of adding value, maximizing profitability through efficiencies, and achieving customer satisfaction” (Stock and Boyer 2009, p.706)
Manajemen jaringan hubungan dalam perusahaan dan antara organisasi saling tergantung dan unit usaha yang terdiri dari pemasok bahan, pembelian, fasilitas produksi, logistik, pemasaran, dan sistem terkait yang memfasilitasi arus maju dan mundur bahan, jasa, keuangan dan informasi dari produsen asli kepada pelanggan akhir dengan manfaat nilai tambah, memaksimalkan profitabilitas melalui efisiensi, dan mencapai kepuasan pelanggan.
Kesimpulan :
SCM adalah kegiatan yg melibatkan koordinasi pengelolaan bahan baku/material, informasi bisnis dan arus keuangan dalam hubungan bisnis antarorganisasi/perusahaan yg berpartisipasi dengan manfaat nilai tambah, memaksimalkan profitabilitas melalui efisiensi, dan mencapai kepuasan pelanggan. SCM bersifat siklus yang berjalan terus menerus seiring dengan proses bisnis suatu perusahaan yang mencakup :
– Aliran material : aliran produk secara fisik dari pemasok ke pelanggan, termasuk di dalamnya pengembalian produk (retur), layanan (services), pengolahan ulang (recycling) dan pembuangan (disposal)
–Aliran informasi : meliputi ramalan permintaan, transmisi pembelian dan laporan status pengiriman barang
– Aliran Keuangan : meliputi informasi kartu kredit, syarat kredit, jadwal pembayaran.
Perkembangan SCM
(dari perkembangan manajemen logistik pada perusahaan sejak tahun 1970-an)
(dari perkembangan manajemen logistik pada perusahaan sejak tahun 1970-an)
Era 1960
Di era tahun 1960-an orang mengenal Ford sebagai salah satu perusahaan ternama di dunia. Mereka terkenal dengan kemampuannya memproduksi mobil yang standar, yaitu “Model T” berwarna hitam. Ford mengatakan akan memenuhi semua permintaan “any color as long as it is black”. Sistem produksi mereka kita kenal dengan istilah mass productionatau produksi massal. Dengan sistem produksi massal tersebut, perusahaan mobil Ford dapat menekan biaya produksi dan harga jual. Sistem produksi massal sangat mementingkan jumlah output yang dihasilkan per satuan waktu. Produktivitas, efisiensi, dan utilitas system produksi adalah tiga kata kunci.
Era 1970 - 1980
Persaingan kian ketat pada era 1970-80an dengan berkembangnya perusahaan Jepang yang memasuki pasar dunia. Keunggulanbersaing pada era ini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan sebuah industry untuk mencuiptakan banyak ouput per satuan waktu. Pelanggan mulai memprioritaskan kualitas sebagai pertimbangan dalam pembelian produk. Pada era ini munculah konsep-konsep manajemen kualitas seperti Total Quality Management dan Statistical Process Control.
Seiring dengan pasar yang semakin mengglobal dan munculnya teknologi informasi, persaingan di dunia bisnis semakin ketat. Tuntutan pelanggan juga semakin tinggi. Mendapatkan produk murah dan berkualitas tidaklah cukup. Variasi produk menjadi semakin penting. Menyadari pentingnya variasi produk untuk memenuhi tuntutan pasar, Alfred P. Sloan membalas semboyan Henry Ford dengan “a car for every purse and purpose” yang kemudian didukung oleh General Motor dengan strategi segmentasi aspek kecepatan respon, inovasi, dan fleksibilitas.
Era 1990
Konsep-konsep time-based competition, agile manufacturing, dan sejenisnya pun bermunculan pada era tahun 1990-an. Pelaku industri pun mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Ketiga aspek tersebut membutuhkan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengolah bahan baku dari alam menjadi komponen, pabrik yang mengubah komponen dan bahan baku menjadi produk jadi, perusahaan transportasi yang mengirimkan bahan baku dari supplier ke pabrik, serta jaringan distribusi yang akan menyampaikan produk ke tangan pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu supply chain management (SCM).
Bagan perkembangan logistik dan Supply Chain Management dapat dilihat dengan jelas pada bagan yang ada di link ini : http://www.inddist.com/articles/2012/06/history-logistics-and-supply-chain-management
Upstream dan Downstream Supply Chain
UPSTREAM SUPPLY CHAIN
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya)dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
DOWNSTREAM SUPPLY CHAIN
Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Contoh :
Pabrik pembuat kemeja adalah merupakan supply chain yang menghubungkan upstream (melalui pengusaha kain kepada pengusaha kapas/serat) dan down-stream (melalui distributor dan retail pada pelanggan akhir).
Manufaktur/Supplier ----------> Perusahaan ----------> Konsumen
----------------Upstream------------|----------Downstream----------
-----------Inbound logistic-----------|--------Outbond logistic--------
Upstream adalah di saat kegiatan pemasokan berlangsung antara perusahaan manufaktur ataupun supplier dengan perusahaan kita.
Sedangkan downstream adalah kegiatan pemasokan yang terjadi antara perusahaan kita dengan konsumen.
Pull dan Push Supply Chain
PULL SUPPLY CHAIN
Pull system adalah suatu sistem produksi dimana perusahaan harus selalu mengikuti permintaan pasar. Dalam pull system metode forecasting jarang dilakukan, produksi benar-benar dilakukan atas pemintaan pelanggan. Cenderung produk hasil pull supply chain merupakan produk - produk yang nantinya lebih spesifik dan mahal sebab produk - produk disebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Contoh : Manufaktur mobil Ford Australia. Ford Australia hanya memproduksi mobil ketika mereka telah diperintahkan oleh pelanggan.
PUSH SUPPLY CHAIN
Push system adalah suatu sistem produksi berbasis kepada forecasting dan menghasilkan output dalam jumlah besar yang nantinya akan masuk kedalam inventori sebelum disalurkan kepada pelanggan. Cenderung produk hasil push supply chain adalah produk yang mass production dan terjangkau dari sisi harga. Hal ini semua disebabkan oleh karena push supply chain menerapkan sistem forecasting, sekalipun konsumen nantinya akan tertarik atau tidak dengan produk yang kita tawarkan, kita tetap akan memproduksi produk tersebut.
Contoh : Sebuah perusahaan mempromosikan produknya ke media televisi ataupun radio. Tidak mungkin bagi pembeli untuk berinteraksi langsung dengan pihak perusahaan. Informasi produk “didorong” ke pembeli.
*Forecasting adalah proses perkiraan/pengukuran kedepannya menggunakan data yg telah ada, tujuannya adalah dimana perencanaan ini dilakukan sebagai penghubung antara perusahaan dengan konsumen.
Peran teknologi informasi pada SCM
Chopra & Meindl (2001) menyatakan bahwa dalam SCM terdapat empat penggerak (driver), yaitu persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi. Dari keempat penggerak tersebut, informasi merupakan penggerak utama. Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya. Peranan informasi dalam SCM dipengaruhi oleh teknologi informasi yang digunakan. Teknologi informasi ini mempunyai peranan penting dalam dalam mendukung kinerja SCM. Peranan Teknologi Informasi pada masing-masing proses bisnis dalam SCM tersebut adalah sebagai berikut:
Peranan dalam Manajemen Hubungan Pelanggan
Dalam SCM, proses manajemen hubungan pelanggan (customer relationship management/ CRM) bertujuan untuk menyediakan struktur dalam mengembangkan dan memelihara hubungan dengan pelanggan. Berbagai teknologi informasi digunakan dalam implementasi CRM. Sebagai contoh, aplikasi Sales Force Automation (SFA) dapat digunakan untuk mengotomatiskan hubungan antara para penjual dan pembeli melalui penyediaan informasi produk dan harga (Copra & Meindl, 2001). Sistem tersebut juga memungkinkan informasi pelanggan dan produk secara rinci dan real time.
Peranan dalam Manajemen Pelayanan Pelanggan
Untuk dapat menjalankan manajemen pelayanan pelanggan (customer service management/CSM) secara baik, teknologi informasi yang digunakan harus handal. Teknologi informasi ini harus dapat menghimpun secara real time mengenai berbagai informasi yang diperlukan pelanggan, seperti ketersediaan produk, waktu pengiriman, dan status pesanan. Manajemen pelayanan pelanggan merupakan titik kunci hubungan untuk mengadministrasikan kesepakatan produk atau jasa. Pelayanan pelanggan menyediakan sumber tunggal untuk berbagai informasi yang dibutuhkan pelanggan. Dengan teknologi informasi, perusahaan dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tingkat kepastian yang tinggi.
Peranan dalam Manajemen Permintaan
Manajemen permintaan (demand management) mencakup proses-proses yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pelanggan dengan kemampuan pasokan perusahaan. Sistem manajemen permintaan yang baik menggunakan data point-of-sale dari pelanggan utama untuk mengurangi ketidakpastian (uncertainty) dan menyediakan aliran yang efisien sepanjang rantai pasok. Dalam manajemen permintaan tersebut, penentuan kebijakan persediaan yang optimal memerlukan informasi yang mencakup pola permintaan biaya penanganan persediaan, biaya akibat kekurangan persediaan, dan biaya pemesanan. Dalam manajemen permintaan pada level perusahaan, teknologi informasi digunakan untuk melakukan sinkronisasi perencanaan permintaan (Croxton et al., 2002). Sinkronisasi dilakukan antara hasil peramalan, kemampuan manufaktur, kemampuan pasokan, dan kemampuan distribusi.
Dalam SCM, manajemen permintaan menjadi permasalahan penting karena mencakup pengelolaan permintaan pada suatu rangkaian perusahaan dalam rantai pasok itu. Teknologi informasi dibutuhkan untuk menjamin keakuratan data dan mengurangi delay time aliran informasi. Kedua hal tersebut merupakan faktor-faktor penting untuk mengurangi fenomena bullwhip effect dalam rantai pasok.
Peranan dalam Pemenuhan Pesanan
Pemenuhan pesanan yang efektif membutuhkan integrasi dari proses manufaktur, logistik dan rencana pemasaran. Kunci SCM yang efektif adalah memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan waktu. Sebagai bagian dalam sistem ERP (Enterprise Resources Planning), modul Order Fulfillment digunakan untuk memantau siklus pemenuhan pesanan dan merupakan catatan kemajuan perusahaan dalam memuaskan permintaan. ERP merupakan suatu sistem teknologi informasi operasional yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dari semua fungsi dalam perusahaan. Sistem ERP ini memantau material, pesanan, jadwal, persediaan barang jadi, dan informasi lainnya yang ada di perusahaan (Chopra & Meindl, 2001). Penerapan ERP tersebut membutuhkan ketersediaan teknologi informasi. Penggunaan teknologi informasi ini akan dapat meningkatkan kepastian dalam pemenuhan pesanan.
Peranan dalam Manajemen Aliran Manufaktur
Proses-proses manufaktur harus bersifatfleksibel dalam menanggapi perubahan pasar. Perubahan dalam proses aliran manufaktur diperlukan untuk memperpendek waktu siklus. Hal ini berarti akan meningkatkan responsivitas terhadap pelanggan. Dalam ERP terdapat modul manufacturing yang mencatat aliran produk sepanjang proses manufaktur dan mengkoordinasikan apa yang dilakukan untuk suatu bagian pada suatu waktu. Aliran produk tersebut harus dipantau melalui penggunaan teknologi informasi. Pemantauan ini dilakukan untuk memberikan kepastian dalam kelancaran aliran manufaktur.
Peranan dalam Manajemen Hubungan Pemasok
Manajemen hubungan pemasok merupakan proses yang menentukan bagaimana suatu perusahaan berinteraksi dengan para pemasoknya. Fungsi pembelian dikembangkan melalui mekanisme komunikasi yang cepat seperti electronic data interchange (EDI) dan jaringan internet. Interaksi dengan pemasok dapat mempengaruhi kelancaran proses produksi yang dilakukan perusahaan manufaktur. Bagi pengecer, interaksi dengan pemasok sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan produk yang akan dijual.
Untuk menjamin interaksi ini, diperlukan informasi yang memadai mengenai pemasok. Informasi ini mencakup mengenai product line, lead time produk, serta sales terms and conditions. Selanjutnya, pemantauan kinerja pemasok perlu dilakukan, seperti yang dikembangkan pada modul Supplier Management dalam ERP. Dalam hal ini, teknologi informasi diperlukan untuk dapat menjamin kelancaran hubungan dengan pemasok.
Peranan dalam Pengembangan dan Komersialisasi Produk
SCM mencakup integrasi pelanggan dan pemasok ke dalam proses pengembangan produk untuk memperpendek time to market. Dengan memandang SCM sebagai integrasi proses bisnis dari pemasok awal hingga pengguna akhir, setiap mata rantai harus terintegrasikan pula dalam proses pengembangan dan komersialisasi produk. Dalam situasi persaingan bisnis yang ketat dan tingkat perubahan teknologi yang cepat, penggunaan teknologi informasi tidak dapat ditawar lagi. Teknologi informasi ini digunakan oleh rantai pasok untuk mengumpulkan informasi dari mata rantai terkait dan mengalirkannya ke mata rantai terkait lainnya. Dengan demikian time to market produk yang dikembangkan dapat diperpendek.
Peranan dalam Manajemen Pengembalian (Return Management)
Proses manajemen pengembalian mencakup pengaturan aliran reverse product secara efisien dan mengidentifikasi peluang-peluang untuk mengurangi pengembalian yang tidak dikehendaki. Dalam proses ini juga tercakup pengontrolan reusable assets, seperti kontainer. Manajemen pengembalian merupakan proses di dalam SCM dengan kegiatan-kegiatan seperti pengembalian (return), reverse logistic, gatekeeping, dan avoidance (Rogers et. al, 2002).]
Lambert (1998) menyatakan bahwa dalam implementasi SCM, harus dilakukan mekanisme koordinasi yang baik di antara fungsi-fungsi yang bervariasi tersebut agar proses-proses di dalam SCM bisa dijalankan secara efektif dan efisien. Informasi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan pada rantai pasok. Dengan ruang lingkup rantai pasok yang luas dan mencakup suatu rangkaian perusahaan, kebutuhan informasi menjadi semakin penting. Salah satu kendala yang dihadapi dalam penerapan menerapkan teknologi informasi untuk SCM adalah penyiapan infrastruktur.
Simchi-Levi (2002) menyebutkan bahwa infrastruktur teknologi informasi mencakup empat komponen, yaitu: interface devices, komunikasi, database, dan arsitektur sistem. Infrastruktur ini harus disiapkan, baik untuk internal perusahaan maupun eksternal antar perusahaan dalam rantai pasok. Dalam pembuatan keputusan rantai pasok, informasi akan berguna jika mempunyai karakteristik: akurat, dapat diakses pada waktu yang diperlukan, dan dalam bentuk yang tepat. Informasi yang akurat sangat penting untuk sebagai dasar analisis untuk pengambilan keputusan. Masalah bentuk informasi tersebut terkait dengan standardisasi informasi. Informasi dapat dalam berbagai bentuk atau format yang berbeda sesuai dengan teknologi informasi yang digunakan perusahaan. Perbedaan bentuk atau format ini dapat menjadi kendala untuk mengintegrasikan informasi. Jika informasi ini tidak dapat terintegrasi maka penerapan SCM sangat sulit dilakukan.
Hubungan antara Porter’s Value Chain dengan penerapan TI pada SCM
Porter’s Value Chain
Porter menyarankan bahwa langkah awal yang harus dilakukan baik dalam menganalisa maupun mendesain proses bisnis yang ada di perusahaan adalah dengan membuat “value chain” (rantai nilai) dari proses-proses utama (core processes) dan aktivitas penunjangnya (supporting activities). Proses utama tidak lain adalah urutan global proses yang terjadi di perusahaan, mulai dari bahan mentah yang diperoleh dari supplier, diolah oleh perusahaan, sampai ke tangan customer atau pembeli produk maupun jasa.
Bagan diperoleh dari http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/TEKNOLOGI-INFORMASI-PADA-KERANGKA-VALUE-CHAIN-MICHAEL-PORTER.pdf
Primary activities, (line functions) merupakan aktifitas utama dari organisasi yang melibatkan aktifitas-aktifitas sebagai berikut:
a) Inbound Logistics, pada bagian ini terkait dengan penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian input menjadi produk.
b) Operations, semua aktifitas yang terkait dengan pengubahan input menjadi bentuk akhir dari produk, seperti produksi, pembuatan, pemaketan, perawatan peralatan, fasilitas, operasi, jaminan kualitas, proteksi terhadap lingkungan.
c) Outbond Logistics, aktifitas yang terkait dengan pengumpulan, penyimpanan, distribusi secara fisik atau pelayanan terhadap pelanggan.
d) Marketing and Sales, aktifitas yang terkait dengan pembelian produk dan layanan oleh pengguna dan mendorong untuk dapat membeli produk yang dibuat. Memiliki rantai nilai khusus, antara lain :
(1) Marketing management
(2) Advertising
(3) Sales force administration
(4) Sales force operations
(5) Technical literature
(6) Promotion
e) Service, aktifitas yang terkait dengan penyediaan layanan untuk meningkatkan atau merawat nilai dari suatu produk, seperti instalasi, perbaikan, pelatihan, suplai bahan, perawatan dan perbaikan bimbingan teknis.
Secondary activities, (staff atau fungsi overhead) merupakan aktifitas pendukung yang membantu aktifitas utama. Secondary activities melibatkan beberapa bagian/ fungsi, antara lain:
a) Firm infrastructure, merupakan aktifitas, biaya, dan aset yang berhubungan dengan manajemen umum, accounting, keuangan, keamanan dan keselamatan sistem informasi, serta fungsi lainnya.
b) Human Resources Management, terdiri dari aktifitas yang terlibat seperti penerimaan, dengar pendapat, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi untuk semua tipe personil, dan mengembangkan tingkat keahlian pekerja.
c) Research, Technology, and System Development, aktifitas yang terkait dengan biaya yang berhubungan dengan produk, perbaikan proses, perancangan peralatan, pengembangan perangkat lunak komputer, sistem telekomunikasi, kapabilitas basis data baru, dan pengembangan dukungan sistem berbantuan komputer.
d) Procurement, terkait dengan fungsi pembelian input yang digunakan dalam value chain organisasi.
Porter dalam bukunya yang lain memasukkan unsur teknologi informasi ke dalam kerangka “value chain”-nya. Sesuai dengan teori “competitive advantage” yang ditawarkan, ada dua cara untuk melakukan persaingan dalam bisnis (Remenyi et.al., 1995):
· Product Differentiation – dengan menawarkan produk yang sama sekali baru dan sulit ditiru oleh para pesaing lain; atau
· Lower Price – dengan cara menjual produk sejenis dengan harga yang lebih murah.
Daftar Refrensi :
Williamson, Steven., 2010, What is Management in Supply Chain Management? - A Critical Review of Definitions, Frameworks and Terminology, [e-book] Diakses dari : < http://www.na-businesspress.com/JMPP/NaslundWeb.pdf> [Diakses tanggal 23 Februari 2013]
Porter, Michael E, (1985), Competitive Advantage : Creating and Sustaining Superior Performance for Analyzing Industries and Competitor, The Free Press.
Setiadji., 2005, Teknologi Informasi Dalam Implementasi Proses Bisnis Pada Supply Chain Management (SCM), [e-book] Diakses dari : < http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/TEKNOLOGI-INFORMASI-PADA-KERANGKA-VALUE-CHAIN-MICHAEL-PORTER.pdf> [Diakses tanggal 24 Februari 2013]
Chopra, S., and Meindl, P., 2001, Supply chain management: Strategy, planning, and operations. New Jersey - Prentice-Hall.
FTI SI UKSW - 682011
682011016 - 682011014 - 682011029 - 682011604 - 672011801
682011016 - 682011014 - 682011029 - 682011604 -