Blogger Jateng

Part 6 : E-Supply Chain Management (SCM)

Supply Chain atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai rantai pasok adalah salah satu bagian penting dalam suatu bisnis. Supply chain merupakan perkembangan dari logistik yang sedemikian rupa. Karena e-business menerapkan media elektronik serta teknologi informasi dalam penerapannya, maka manajemen rantai pasok yang terjadi semakin berkembang. Namun apakah IT benar - benar berperan dalam SCM ? Berikut kami bahas secara mendalam mengenai supply chain management dalam e-business. Cheers :)


Apakah SCM itu ? 

“Encompasses the planning and management of all activities involved in sourcing and procurement, conversion, and all Logistics Management activities. Importantly, it also includes coordination and collaboration with channel partners, which can be suppliers, intermediaries, third-party service providers, and customers. In essence, Supply Chain Management integrates supply and demand management within and across companies” (www.cscmp.org)
Meliputi perencanaan dan pengelolaan dari semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi, dan semua kegiatan manajemen logistik. Yang paling utama, hal tersebut juga mencakup koordinasi dan kolaborasi dengan mitra, yang mana bisa  merupakan pemasok, perantara, pihak ketiga penyedia layanan  dan pelanggan. Pada dasarnya, Supply Chain Management mengintegrasikan penawaran dan permintaan manajemen di dalam dan antar perusahaan.

“Supply Chain Management is the integration of key business processes from end user through original suppliers that provides products, services, and information that add value for customers and other stakeholders.” (Lambert et al, 1998, p.1).
Supply Chain Management adalah integrasi proses bisnis kunci dari pengguna akhir melalui pemasok asli yang menyediakan produk, layanan, dan informasi yang memberi nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya.

“The management of a network of relationships within a firm and between interdependent organizations and business units consisting of material suppliers, purchasing, production facilities, logistics, marketing, and related systems that facilitate the forward and reverse flow of materials, services, finances and information from the original producer to final customer with the benefits of adding value, maximizing profitability through efficiencies, and achieving customer satisfaction” (Stock and Boyer 2009, p.706)
Manajemen jaringan hubungan dalam perusahaan dan antara organisasi saling tergantung dan unit usaha yang terdiri dari pemasok bahan, pembelian, fasilitas produksi, logistik, pemasaran, dan sistem terkait yang memfasilitasi arus maju dan mundur bahan, jasa, keuangan dan informasi dari produsen asli kepada pelanggan akhir dengan manfaat nilai tambah, memaksimalkan profitabilitas melalui efisiensi, dan mencapai kepuasan pelanggan.

Kesimpulan  :
SCM adalah kegiatan yg melibatkan koordinasi pengelolaan bahan baku/material, informasi bisnis dan arus keuangan dalam hubungan bisnis antarorganisasi/perusahaan yg berpartisipasi dengan manfaat nilai tambah, memaksimalkan profitabilitas melalui efisiensi, dan mencapai kepuasan pelanggan. SCM bersifat siklus yang berjalan terus menerus seiring dengan proses bisnis suatu perusahaan yang mencakup :

 Aliran material : aliran produk secara fisik dari pemasok ke pelanggan, termasuk di dalamnya pengembalian produk (retur), layanan (services), pengolahan ulang (recycling) dan pembuangan (disposal)

Aliran informasi : meliputi ramalan permintaan, transmisi pembelian dan laporan status pengiriman barang

 Aliran Keuangan : meliputi informasi kartu kredit, syarat kredit, jadwal pembayaran.


Perkembangan SCM
(dari perkembangan manajemen logistik pada perusahaan sejak tahun 1970-an) 

Era 1960
Di era tahun 1960-an orang mengenal Ford sebagai salah satu perusahaan ternama di dunia. Mereka terkenal dengan kemampuannya memproduksi mobil yang standar, yaitu “Model T” berwarna hitam. Ford mengatakan akan memenuhi semua permintaan “any color as long as it is black”. Sistem produksi mereka kita kenal dengan istilah mass productionatau produksi massal. Dengan sistem produksi massal tersebut, perusahaan mobil Ford dapat menekan biaya produksi dan harga jual. Sistem produksi massal sangat mementingkan jumlah output yang dihasilkan per satuan waktu. Produktivitas, efisiensi, dan utilitas system produksi adalah tiga kata kunci.

Era 1970 - 1980
Persaingan kian ketat pada era 1970-80an dengan berkembangnya perusahaan Jepang yang memasuki pasar dunia. Keunggulanbersaing pada era ini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan sebuah industry untuk mencuiptakan banyak ouput per satuan waktu. Pelanggan mulai memprioritaskan kualitas sebagai pertimbangan dalam pembelian produk. Pada era ini munculah konsep-konsep manajemen kualitas seperti Total Quality Management dan Statistical Process Control.

Seiring dengan pasar yang semakin mengglobal dan munculnya teknologi informasi, persaingan di dunia bisnis semakin ketat. Tuntutan pelanggan juga semakin tinggi. Mendapatkan produk murah dan berkualitas tidaklah cukup. Variasi produk menjadi semakin penting. Menyadari pentingnya variasi produk untuk memenuhi tuntutan pasar, Alfred P. Sloan membalas semboyan Henry Ford dengan “a car for every purse and purpose” yang kemudian didukung oleh General Motor dengan strategi segmentasi aspek kecepatan respon, inovasi, dan fleksibilitas.

Era 1990
Konsep-konsep time-based competition, agile manufacturing, dan sejenisnya pun bermunculan pada era tahun 1990-an. Pelaku industri pun mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Ketiga aspek tersebut membutuhkan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengolah bahan baku dari alam menjadi komponen, pabrik yang mengubah komponen dan bahan baku menjadi produk jadi, perusahaan transportasi yang mengirimkan bahan baku dari supplier ke pabrik, serta jaringan distribusi yang akan menyampaikan produk ke tangan pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu supply chain management (SCM).

Bagan perkembangan logistik dan Supply Chain Management dapat dilihat dengan jelas pada bagan yang ada di link ini : http://www.inddist.com/articles/2012/06/history-logistics-and-supply-chain-management


Upstream dan Downstream Supply Chain

UPSTREAM SUPPLY CHAIN

Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur  dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya)dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.

DOWNSTREAM SUPPLY CHAIN

Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Contoh :
Pabrik pembuat kemeja adalah merupakan supply chain yang menghubungkan upstream (melalui pengusaha kain kepada pengusaha kapas/serat) dan down-stream (melalui distributor dan retail pada pelanggan akhir).

Secara singkat dapat dipahami dalam bagan ini  : 

Manufaktur/Supplier ----------> Perusahaan  ---------->  Konsumen 

----------------Upstream------------|----------Downstream----------
-----------Inbound logistic-----------|--------Outbond logistic--------

Upstream adalah di saat kegiatan pemasokan berlangsung antara perusahaan manufaktur ataupun supplier dengan perusahaan kita

Sedangkan downstream adalah kegiatan pemasokan yang terjadi antara perusahaan kita dengan konsumen.


Pull dan Push Supply Chain

PULL SUPPLY CHAIN

Pull system adalah suatu sistem produksi dimana perusahaan harus selalu mengikuti permintaan pasar. Dalam pull system metode forecasting jarang dilakukan, produksi benar-benar dilakukan atas pemintaan pelanggan. Cenderung produk hasil pull supply chain merupakan produk - produk yang nantinya lebih spesifik dan mahal sebab produk - produk disebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Contoh : Manufaktur mobil Ford Australia. Ford Australia hanya memproduksi mobil ketika mereka telah diperintahkan oleh pelanggan.

PUSH SUPPLY CHAIN

Push system adalah suatu sistem produksi berbasis kepada forecasting dan menghasilkan output dalam jumlah besar yang nantinya akan masuk kedalam inventori sebelum disalurkan kepada pelanggan. Cenderung produk hasil push supply chain adalah produk yang mass production dan terjangkau dari sisi harga. Hal ini semua disebabkan  oleh karena push supply chain menerapkan sistem forecasting, sekalipun konsumen nantinya akan tertarik atau tidak dengan produk yang kita tawarkan, kita tetap akan memproduksi produk tersebut. 

Contoh : Sebuah perusahaan mempromosikan produknya ke media televisi ataupun radio. Tidak mungkin bagi pembeli untuk berinteraksi langsung dengan pihak perusahaan. Informasi produk “didorong” ke pembeli. 

*Forecasting adalah proses perkiraan/pengukuran kedepannya menggunakan data yg telah ada, tujuannya adalah dimana perencanaan ini dilakukan sebagai penghubung antara perusahaan dengan konsumen.

Peran teknologi informasi pada SCM

Chopra  &  Meindl  (2001)  menyatakan  bahwa dalam SCM terdapat empat penggerak (driver), yaitu persediaan,  transportasi,  fasilitas,  dan  informasi. Dari  keempat  penggerak  tersebut,  informasi merupakan  penggerak  utama.  Informasi  sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya. Peranan  informasi  dalam  SCM  dipengaruhi oleh  teknologi  informasi  yang  digunakan.  Teknologi informasi  ini  mempunyai  peranan  penting  dalam dalam  mendukung  kinerja  SCM.  Peranan  Teknologi Informasi  pada  masing-masing  proses  bisnis  dalam SCM tersebut adalah sebagai berikut:

Peranan  dalam  Manajemen  Hubungan Pelanggan

Dalam  SCM,  proses  manajemen  hubungan pelanggan  (customer  relationship  management/ CRM)  bertujuan  untuk  menyediakan  struktur  dalam mengembangkan  dan  memelihara  hubungan  dengan pelanggan. Berbagai  teknologi  informasi  digunakan dalam  implementasi  CRM.  Sebagai  contoh,  aplikasi Sales  Force  Automation  (SFA)  dapat  digunakan untuk  mengotomatiskan  hubungan  antara  para penjual  dan  pembeli  melalui  penyediaan  informasi produk  dan  harga  (Copra  &  Meindl,  2001).  Sistem tersebut  juga  memungkinkan  informasi  pelanggan dan produk secara rinci dan real time.

Peranan  dalam  Manajemen  Pelayanan Pelanggan

Untuk  dapat  menjalankan  manajemen pelayanan  pelanggan  (customer  service management/CSM)  secara  baik,  teknologi  informasi yang  digunakan  harus  handal.  Teknologi  informasi ini  harus  dapat  menghimpun  secara  real  time mengenai  berbagai  informasi  yang  diperlukan pelanggan,  seperti  ketersediaan  produk,  waktu pengiriman, dan status pesanan.  Manajemen  pelayanan  pelanggan  merupakan titik  kunci  hubungan  untuk  mengadministrasikan kesepakatan  produk  atau  jasa.  Pelayanan  pelanggan menyediakan  sumber  tunggal  untuk  berbagai informasi  yang  dibutuhkan  pelanggan.  Dengan teknologi  informasi,  perusahaan  dapat  memberikan pelayanan  kepada  pelanggan  dengan  tingkat kepastian  yang tinggi.

Peranan dalam Manajemen Permintaan

Manajemen  permintaan  (demand management)  mencakup  proses-proses  yang bertujuan  untuk  menjaga  keseimbangan  antara kebutuhan  pelanggan  dengan  kemampuan  pasokan perusahaan.  Sistem  manajemen  permintaan  yang  baik menggunakan  data  point-of-sale  dari  pelanggan utama  untuk  mengurangi  ketidakpastian (uncertainty)  dan  menyediakan  aliran  yang  efisien sepanjang  rantai  pasok.  Dalam  manajemen permintaan tersebut,  penentuan  kebijakan persediaan yang  optimal memerlukan  informasi  yang mencakup pola  permintaan  biaya  penanganan  persediaan,  biaya akibat kekurangan persediaan, dan biaya pemesanan.  Dalam  manajemen  permintaan  pada  level perusahaan,  teknologi  informasi  digunakan  untuk melakukan  sinkronisasi  perencanaan  permintaan (Croxton  et  al.,  2002).  Sinkronisasi  dilakukan  antara hasil  peramalan,  kemampuan  manufaktur, kemampuan pasokan, dan kemampuan distribusi.

Dalam  SCM, manajemen permintaan menjadi permasalahan  penting  karena  mencakup  pengelolaan permintaan  pada  suatu  rangkaian  perusahaan  dalam rantai  pasok  itu.  Teknologi  informasi  dibutuhkan untuk  menjamin  keakuratan  data  dan  mengurangi delay  time  aliran  informasi.  Kedua  hal  tersebut merupakan  faktor-faktor  penting  untuk  mengurangi fenomena bullwhip effect dalam rantai pasok.


Peranan dalam Pemenuhan Pesanan

Pemenuhan  pesanan  yang  efektif membutuhkan  integrasi  dari  proses  manufaktur, logistik  dan  rencana  pemasaran.  Kunci  SCM  yang efektif  adalah  memenuhi  kebutuhan  pelanggan sesuai dengan waktu.  Sebagai  bagian  dalam  sistem  ERP (Enterprise  Resources  Planning),  modul  Order Fulfillment  digunakan  untuk  memantau  siklus pemenuhan  pesanan  dan  merupakan  catatan kemajuan  perusahaan  dalam  memuaskan permintaan.  ERP  merupakan  suatu  sistem  teknologi informasi  operasional  yang  digunakan  untuk mengumpulkan  informasi  dari  semua  fungsi  dalam perusahaan.  Sistem  ERP  ini  memantau  material, pesanan,  jadwal,  persediaan  barang  jadi,  dan informasi lainnya  yang ada  di  perusahaan (Chopra & Meindl, 2001). Penerapan  ERP  tersebut  membutuhkan ketersediaan  teknologi  informasi.  Penggunaan teknologi  informasi  ini  akan  dapat  meningkatkan kepastian dalam pemenuhan pesanan.

Peranan  dalam  Manajemen  Aliran Manufaktur

Proses-proses  manufaktur  harus  bersifatfleksibel  dalam  menanggapi  perubahan  pasar. Perubahan  dalam  proses  aliran  manufaktur diperlukan  untuk  memperpendek  waktu  siklus.  Hal ini  berarti  akan  meningkatkan  responsivitas  terhadap pelanggan.  Dalam  ERP  terdapat  modul  manufacturing yang  mencatat  aliran  produk  sepanjang  proses manufaktur  dan  mengkoordinasikan  apa  yang dilakukan  untuk  suatu  bagian  pada  suatu  waktu. Aliran  produk  tersebut  harus  dipantau  melalui penggunaan  teknologi  informasi.  Pemantauan  ini dilakukan  untuk  memberikan  kepastian  dalam kelancaran aliran manufaktur.

Peranan  dalam  Manajemen  Hubungan Pemasok

Manajemen  hubungan  pemasok  merupakan proses  yang  menentukan  bagaimana  suatu perusahaan  berinteraksi  dengan  para  pemasoknya. Fungsi  pembelian  dikembangkan  melalui mekanisme komunikasi  yang  cepat seperti electronic data interchange (EDI) dan jaringan internet. Interaksi  dengan  pemasok  dapat mempengaruhi  kelancaran  proses  produksi  yang dilakukan  perusahaan  manufaktur.  Bagi  pengecer, interaksi  dengan  pemasok  sangat  diperlukan  untuk menjamin ketersediaan produk  yang akan dijual.

 Untuk  menjamin  interaksi  ini,  diperlukan informasi  yang  memadai  mengenai  pemasok. Informasi  ini  mencakup  mengenai  product  line,  lead time  produk,  serta  sales  terms  and  conditions. Selanjutnya,  pemantauan  kinerja  pemasok  perlu dilakukan,  seperti  yang  dikembangkan  pada  modul Supplier  Management  dalam  ERP.  Dalam  hal  ini, teknologi  informasi  diperlukan  untuk  dapat menjamin kelancaran hubungan dengan pemasok.

Peranan  dalam  Pengembangan  dan Komersialisasi Produk

SCM  mencakup  integrasi  pelanggan  dan pemasok  ke  dalam  proses  pengembangan  produk untuk memperpendek time to market.  Dengan  memandang  SCM  sebagai  integrasi proses  bisnis  dari  pemasok  awal  hingga  pengguna akhir,  setiap  mata  rantai  harus  terintegrasikan  pula dalam  proses  pengembangan  dan  komersialisasi produk. Dalam  situasi  persaingan  bisnis  yang  ketat dan  tingkat  perubahan  teknologi  yang  cepat, penggunaan  teknologi  informasi  tidak  dapat  ditawar lagi.  Teknologi  informasi  ini  digunakan  oleh  rantai pasok  untuk  mengumpulkan  informasi  dari  mata rantai  terkait  dan  mengalirkannya  ke  mata  rantai terkait  lainnya.  Dengan  demikian  time  to  market produk  yang dikembangkan dapat diperpendek.

Peranan  dalam  Manajemen  Pengembalian (Return Management)

Proses  manajemen  pengembalian  mencakup pengaturan  aliran  reverse  product  secara  efisien  dan mengidentifikasi  peluang-peluang  untuk  mengurangi pengembalian  yang  tidak dikehendaki. Dalam proses ini  juga  tercakup  pengontrolan  reusable  assets, seperti kontainer. Manajemen  pengembalian  merupakan  proses di  dalam  SCM  dengan  kegiatan-kegiatan  seperti pengembalian (return), reverse logistic, gatekeeping, dan avoidance (Rogers et. al, 2002).]

 Lambert  (1998)  menyatakan  bahwa  dalam implementasi  SCM,  harus  dilakukan  mekanisme koordinasi  yang  baik  di  antara  fungsi-fungsi  yang bervariasi  tersebut  agar  proses-proses di  dalam SCM bisa dijalankan secara efektif dan efisien. Informasi  sangat  penting  dalam  proses pengambilan  keputusan  pada  rantai  pasok.  Dengan ruang  lingkup  rantai  pasok  yang  luas  dan  mencakup suatu  rangkaian  perusahaan,  kebutuhan  informasi menjadi semakin penting. Salah  satu  kendala  yang  dihadapi  dalam penerapan  menerapkan  teknologi  informasi  untuk SCM  adalah  penyiapan  infrastruktur.

 Simchi-Levi (2002)  menyebutkan  bahwa  infrastruktur  teknologi informasi  mencakup  empat  komponen,  yaitu: interface  devices,  komunikasi,  database,  dan arsitektur  sistem.  Infrastruktur  ini  harus  disiapkan, baik  untuk  internal  perusahaan  maupun  eksternal antar perusahaan dalam rantai pasok. Dalam  pembuatan  keputusan  rantai  pasok, informasi  akan  berguna  jika  mempunyai karakteristik:  akurat,  dapat  diakses  pada  waktu  yang diperlukan,  dan  dalam  bentuk  yang  tepat.  Informasi yang  akurat  sangat  penting  untuk  sebagai  dasar analisis untuk pengambilan keputusan. Masalah  bentuk  informasi  tersebut  terkait dengan  standardisasi  informasi.  Informasi  dapat dalam  berbagai  bentuk  atau  format  yang  berbeda sesuai  dengan  teknologi  informasi  yang  digunakan perusahaan.  Perbedaan  bentuk  atau  format  ini  dapat menjadi  kendala  untuk  mengintegrasikan  informasi. Jika  informasi  ini  tidak  dapat  terintegrasi  maka penerapan SCM sangat sulit dilakukan.


Hubungan antara Porter’s Value Chain dengan penerapan TI pada SCM

Porter’s Value Chain

Porter menyarankan bahwa langkah awal yang harus dilakukan baik dalam menganalisa maupun mendesain proses bisnis yang ada di perusahaan adalah dengan membuat “value chain” (rantai nilai) dari proses-proses utama (core processes) dan aktivitas penunjangnya (supporting activities). Proses utama tidak lain adalah urutan global proses yang terjadi di perusahaan, mulai dari bahan mentah yang diperoleh dari supplier, diolah oleh perusahaan, sampai ke tangan customer atau pembeli produk maupun jasa.





Bagan diperoleh dari http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/TEKNOLOGI-INFORMASI-PADA-KERANGKA-VALUE-CHAIN-MICHAEL-PORTER.pdf

Primary activities, (line functions) merupakan aktifitas utama dari organisasi yang melibatkan aktifitas-aktifitas sebagai berikut:

a)      Inbound Logistics, pada bagian ini terkait dengan penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian input menjadi produk.

b)      Operations, semua aktifitas yang terkait dengan pengubahan input menjadi bentuk akhir dari produk, seperti produksi, pembuatan, pemaketan, perawatan peralatan, fasilitas, operasi, jaminan kualitas, proteksi terhadap lingkungan.

c)       Outbond Logistics, aktifitas yang terkait dengan pengumpulan, penyimpanan, distribusi secara fisik atau pelayanan terhadap pelanggan.

d)      Marketing and Sales, aktifitas yang terkait dengan pembelian produk dan layanan oleh pengguna dan mendorong untuk dapat membeli produk yang dibuat. Memiliki rantai nilai khusus, antara lain :
      (1)    Marketing management
      (2)    Advertising
      (3)    Sales force administration
      (4)    Sales force operations
      (5)    Technical literature
      (6)    Promotion

e)      Service, aktifitas yang terkait dengan penyediaan layanan untuk meningkatkan atau merawat nilai dari suatu produk, seperti instalasi, perbaikan, pelatihan, suplai bahan, perawatan dan perbaikan bimbingan teknis.

Secondary activities, (staff atau fungsi overhead) merupakan aktifitas pendukung yang membantu aktifitas utama. Secondary activities melibatkan beberapa bagian/ fungsi, antara lain:

a)      Firm infrastructure, merupakan aktifitas, biaya, dan aset yang berhubungan dengan manajemen umum, accounting, keuangan, keamanan dan keselamatan sistem informasi, serta fungsi lainnya.

b)      Human Resources Management, terdiri dari aktifitas yang terlibat seperti penerimaan, dengar pendapat, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi untuk semua tipe personil, dan mengembangkan tingkat keahlian pekerja.

c)       Research, Technology, and System Development, aktifitas yang terkait dengan biaya yang berhubungan dengan produk, perbaikan proses, perancangan peralatan, pengembangan perangkat lunak komputer, sistem  telekomunikasi, kapabilitas basis data baru, dan pengembangan dukungan sistem berbantuan komputer.

d)      Procurement, terkait dengan fungsi pembelian input yang digunakan dalam value chain organisasi.

Porter dalam bukunya yang lain memasukkan unsur teknologi informasi ke dalam kerangka “value chain”-nya. Sesuai dengan teori “competitive advantage” yang ditawarkan, ada dua cara untuk melakukan persaingan dalam bisnis (Remenyi et.al., 1995):

·          Product Differentiation – dengan menawarkan produk yang sama sekali baru  dan sulit ditiru oleh para pesaing lain; atau

·         Lower Price – dengan cara menjual produk sejenis dengan harga yang lebih murah.

Daftar Refrensi :

Williamson, Steven., 2010, What is Management in Supply Chain Management? - A Critical Review of Definitions, Frameworks and Terminology, [e-book] Diakses dari : < http://www.na-businesspress.com/JMPP/NaslundWeb.pdf> [Diakses tanggal 23 Februari 2013]

Porter,  Michael  E,  (1985), Competitive  Advantage  :  Creating  and  Sustaining  Superior Performance for Analyzing Industries and Competitor, The Free Press.
Setiadji., 2005, Teknologi Informasi Dalam Implementasi Proses Bisnis Pada Supply Chain Management (SCM), [e-book] Diakses dari : < http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/TEKNOLOGI-INFORMASI-PADA-KERANGKA-VALUE-CHAIN-MICHAEL-PORTER.pdf> [Diakses tanggal 24 Februari 2013]

Chopra, S., and Meindl, P., 2001, Supply chain management: Strategy, planning, and operations. New Jersey - Prentice-Hall.


FTI SI UKSW - 682011

682011016 - 682011014 - 682011029 - 682011604 - 
672011801