SOAL SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN UJIAN SEKOLAH BERBASIS KOMPUTER (USBK) TAHUN 2022
SMP ISLAM HUSNUL KHOTIMAH
Untuk Ujian Klik Link di bawah
SIAP UJIAN
Seni Budaya dan Keterampilan merupakan salah satu mata pelajaran yang
ada di sekolah. Muatan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam pasal 7 ayat 7 disebutkan bahwa
kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan atau kegiatan bahasa, seni
dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan. Mata Pelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan yang di dalamnya terdapat aspek budaya, tidak dibahas
secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, Mata Pelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang
berbasis budaya. Pengajarannya menekankan kepada aspek afektif melalui praktik
berkarya dan berapresiasi seni. Jika mata pelajaran lain banyak menekankan segi
kognitif, dalam Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan justru banyak
menekankan aspek psikomotorik dan afektif.
Menurut Arinil (dalam Naisah 2013), Mata Pelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan yaitu memahami
konsep dan pentingnya seni budaya dan keterampilan, menampilkan sikap
apresiasi terhadap seni budaya dan keterampilan, menampilkan kreativitas melalui
seni budaya dan keterampilan, dan menampilkan peran serta dalam seni budaya dan keterampilan dalam tingkat lokal, regional, maupun global. Menurut Arinil
(dalam Naisah 2013), Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan meliputi
beberapa aspek dibidang seni yaitu: seni rupa, seni musik, seni tari, seni drama,
dan keterampilan. Pada aspek bidang seni tersebut, minimal diajarkan satu bidang
seni sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia serta fasilitas yang tersedia
di sekolah.
Mata Pelajaran Keterampilan di Sekolah Dasar, ditekankan pada
keterampilan vokasional yaitu kerajinan tangan (Naisah, 2013). Pada
Pembelajaran Keterampilan kerajinan tangan ini, guru mengajarkan keterampilan
kepada siswa supaya memperoleh inspirasi dari pengalaman yang menantang dan
termotivasi untuk bebas berkarya, kreatif dan mandiri. Tetapi, pada fakta yang
terjadi tidak semua siswa bisa mandiri dalam mengerjakan keterampilan kerajinan
tangan seperti siswa berkebutuhan khusus. Saat ini, siswa berkebutuhan khusus
juga belajar bersama dengan siswa normal lainnya di kelas reguler. Situasi
tersebut, bisa dilihat di sekolah yang sudah menerapkan pendidikan inklusif (Ilahi,
2013: 26).
Pendidikan inklusif merupakan sebagai sistem layanan pendidikan yang
mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak
sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya (Ilahi, 2013:
26). Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dalam pasal 15 disebutkan bahwa pendidikan khusus
merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan
atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah. Setiap bagian yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pendidikan inklusif tidak serta merta berlangsung secara berkesinambungan,
tetapi juga terkait dengan peran guru dalam memberikan arahan dan masukan
mengenai proses pembelajaran yang menciptakan kenyamanan dan memberikan
rasa aman bagi anak berkebutuhan khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik (Pratiwi dan Murtiningsih, 2013: 14).
Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yaitu anak tunadaksa. Tunadaksa
merupakan seseorang atau anak yang memiliki cacat fisik, tubuh, dan cacat
orthopedi (Misbach, 2012: 15). Anak tunadaksa diklasifikasikan menjadi dua
yaitu kelainan pada sistem serebral (Cerebral System) dan kelainan pada sistem
otot dan rangka (Musculus Skeletal System) (Misbach, 2012: 16).
Berdasarkan pengertian di atas, maka bisa diketahui bahwa siswa
tunadaksa membutuhkan perhatian lebih dalam proses pembelajarannya. Hal ini
disebabkan karena siswa tunadaksa memiliki hambatan dalam kegiatan fisik,
psikologi, dan interaksi sosial. Oleh karena itu, membutuhkan penanganan khusus
untuk mengatasi permasalahan pada Pembelajaran Keterampilan. Pembelajaran
Keterampilan merupakan suatu bentuk pembelajaran untuk melatih gerak motorik
siswa tunadaksa yang mengalami cacat fisik dalam bentuk situasi yang konkrit.
Pada saat siswa tunadaksa mempelajari Seni Budaya dan Keterampilan, guru
memerlukan perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan Pembelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP yang sudah dibuat oleh guru, selanjutnya
diimplementasikan pada pembelajaran.
Setiap pembelajaran guru melakukan evaluasi untuk mengetahui kendalakendala yang terjadi pada siswa tunadaksa. Evaluasi di sini bukan menilai hasil
akhir tetapi melihat proses pembelajaran pada siswa tunadaksa, supaya yang
diajarkan kepada siswa tunadaksa berjalan dengan maksimal dan hasilnya
memuaskan. Keberhasilan pelaksanaan Pembelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan ditinjau dari penilaian proses dan hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa tunadaksa, serta digunakan
sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki
proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi awal pada tanggal 13 November 2015 di SDN
Bedali 05 Lawang, diketahui bahwa siswa Tunadaksa kelas II tergolong cerebral
palsy. Penyandang cerebral palsy memiliki ganguan pada sistem otak yang dapat
mengakibatkan kesulitan pada sistem sensorik dan motorik. Hal tersebut membuat
siswa tunadaksa pada saat proses Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan
memiliki beberapa kendala, yaitu mengalami kesulitan saat menggambar dan
mewarnai. Data berikutnya yang diperoleh dari pengamatan saat Pembelajaran
Seni Budaya dan Keterampilan berlangsung, terlihat bahwa guru kurang maksimal
dalam memberikan Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk siswa
tunadaksa. Hal ini disebabkan karena kurangnya guru dalam memberikan
motivasi kepada siswa tunadaksa dan pembelajaran yang kurang menarik dalam
artian pembelajaran yang monoton. Kendala lainnya yaitu ada beberapa siswa
berkebutuhan khusus di kelas II di antaranya 1 siswa tunarungu, 3 siswa tunagrahita, dan 3 siswa slow learner. Oleh karena itu, perhatian yang didapat
oleh siswa tunadaksa di kelas sangat kurang.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian ini penting untuk dilakukan
sebagai upaya untuk meningkatkan kesiapan guru dalam pelaksanaan
Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk siswa tunadaksa karena guru
sebagai pendidik yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembelajaran
dengan sasaran siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, tujuan dari
Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan merupakan tanggung jawab guru
yang harus dicapai. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Mata
Pelajaran SBK (Seni Budaya dan Keterampilan) pada Siswa Tunadaksa Kelas II
di SDN Bedali 05 Lawang”.